next issue : cold war

Latest

Talent On Stage : Discovery Cafe 27-29 Mei 2010

Untuk yang lagi boring di akhir pekan, atau butuh acara untuk refreshing, sebelum ujian akhir semester menghadang, silahkan pada tanggal 27 sampai 29 Mei 2010, datang saja ke Discovery Cafe. Banyak acara oke punya, mulai dari akustik sampai dengan magic show. Selain itu ada juga hadiahnya lho! Catat tanggalnya, dan jangan sampai kelewat!

A Boy With No Name

a boy with no name

Travis bukanlah band yang banyak orang kenal atas “keceriaan” yang dihasilkan lewat musik mereka. Namun, ketika kita mendengar albumnya yang berjudul “Boy With No Name” akan terdengar sedikit berbeda. Album yang rilis pada tahun 2007 ini terdengar sedikit lebih ceria dan berwarna, dibandingkan dengan album mereka sebelumnya “12 Memories” yang gelap.

Band asal Skotlandia ini menawarkan musik mereka lewat 12 lagunya yang dikemas apik. Dalam versi CD akan ditemukan bonus track, tidak seperti dalam format kaset. 3 buah bonus track ini juga lumayan enak, masing-masing berjudul Sailing Away, Great Unknown, dan Perfect Heaven Space.

Lagu pertama dibuka dengan Three Times And You Loose. Lagunya enak, musiknya santai, vokalnya Fran Healy merdu dan mengalun. Kemudian lanjut kepada Selfish Jean, yang “kocak” dan nge-beat. Selfish Jean ini diambil dari buku yang cukup laris “Selfish Gene” karya Richard Dawkins penulis asal British. Kemudian berturut-turut Closer, Big Chair, Battleships, Eyes Wide Open, My Eyes, One Night, Under The Moonlight, Out In Space, Colder, dan New Amsterdam.

Out In Space dan New Amsterdam nuansanya sunyi berbalut musik akustik yang asik. Kemudian Big Chair, Under The Moonlight, Eyes Wide Open sangat bersemangat. Closer dan One Night mengalun lembut, mendayu-dayu dibawah lantunan vokal Fran Healy. 12 lagu ditambah 3 bonus track ini enak-enak semua, tidak membosankan dan penuh warna, dibandingkan album mereka sebelumnya “12 Memories”. Untuk yang doyan juga sama Coldplay dan Keane, album ini cucok benar untuk dicoba.

Boy With No Name” diambil dari anak Fran Healy, yang sudah lahir selama 4 minggu, namun Fran Healy tak kunjung menemukan nama untuk anaknya yang baru lahir tersebut.

“ROMANTSICK” a Broken Heart Exhibition

Pameran ini merupakan suatu bentuk acara yang menampilkan barang-barang kenangan dari mantan kekasih. Dalam pameran ini, ada 25 kontributor dengan berbagai macam bentuk barang kenangannya masing-masing. Pameran ini merupakan adaptasi dari eksibisi Museum Of Broken Relationship’s Kroasia, yang mengoleksi barang-barang sejenis, dan telah melakukan tur di berbagai belahan dunia pada tahun 2010 yang lalu.

Menyambut hari Valentine yang jatuh pada bulan Februari, pameran ini menghadirkan sebuah realitas alternatif dari perayaan hari Valentine tersebut, dimana pada perayaan tersebut identik dengan romantisme sebuah hubungan asmara, pameran ini menghadirkan sebuah cerita tragis dibalik romantisme percintaan sepasang kekasih dalam bentuk barang-barang kenangan, yang menjadi simbol berakhirnya sebuah hubungan asmara. Selain itu, pameran ini juga berusaha menampilkan sebuah wacana, yakni dalam sebuah hubungan asmara, mencintai seseorang adalah sesuatu hal yang sementara, yang abadi adalah mencintai kenangan-kenangan yang terbangun bersama seseorang itu.

Ini adalah pameran perdana yang pernah diselenggarakan oleh Radio Cap Ayam, bekerja sama dengan Discovery Café sebagai tempat pameran. Pameran ini akan berlangsung selama lima hari mulai tanggal 13 Februari 2011 dan berakhir pada tanggal 18 Februari 2011.

 

 

Hawk Is Howling

hawk is howling

Apa yang menarik dalam album ini, menurut saya adalah judul-judulnya. Dengan membaca judul-judul lagu yang ada di dalam album ini, saya jadi tertarik untuk mendengarkan lagu-lagunya. Sebut saja lagu pertama yang diberi judul I’m Jim Morisson, I’m Dead dan lagu ketujuh I Love You, And I’m Going To Blow Up Your School. Menurut saya itu adalah hal yang lucu sekaligus sakit. Namun, saya mencoba memperhatikan lagu kelima yakni The Sun Smells Too Loud, lagu ini tergolong sangat ceria untuk band semacam Mogwai. Biasanya, Mogwai selalu menghadirkan lagu-lagu yang heboh dan kental dengan balutan distorsi yang nguing-nguing. Atau lagu-lagu sepi bin aneh semacam Punk Rock, Acid Food, Cody, O I Sleep, Dial Revenge, I Choose Horse. Menurut saya Mogwai melembek dalam album ini, maksudnya suaranya yang dihasilkan lebih nge-pop. Saya ambil satu contoh, lagu yang paling heboh dalam album ini adalah Batcat, lagu ini sebenarnya mirip dengan lagu Glasgow Mega Snake dalam album Mr. Beast namun dalam versi lebih softnya.

Secara keseluruhan album ini enak untuk didengar. Untuk yang setia mendengarkan Mogwai dari album Come On Die Young sampai Mr. Beast tentu bisa merasakan ada banyak hal yang berubah. Alur lagu yang slow diawal, kemudian menanjak, lalu meletus ditengah, kemudian berubah menjadi kalem pada akhir lagu adalah salah satunya.

Hijau

Hijau 1992

Album ini dirilis pada tahun 1992. Album ini termasuk album yang unik setelah Cikal (1991) dan Orang Gila (1993). Kita disuguhi suasana rock progresif khas Iwan Fals ketika mendengarkan album ini. Secara garis besar, yang menjadi tema dalam album ini adalah lingkungan, selebihnya masih mengangkat tema-tema politik dan urban.

Ada tujuh lagu yang mengisi album ini, yaitu Lagu Satu (Hidup), Lagu Dua (Jakarta), Lagu Tiga (Persoalan), Lagu Empat (Menang), Lagu Lima (Anjing Hitam), Lagu Enam (Mainan), dan Hijau. Lagu Satu pada awalnya hanya diisi oleh akustik dan permainan perkusi, tentu saja sentuhan keyboard menghanyutkan dari Iwang Noorsaid. Masuk pada bagian utama lagu ini, musik menjadi lebih ramai, dan sekali lagi Iwan Fals membuktikan teriakan-teriakan agitatifnya yang membuat saya semakin bersemangat.

Lagu Dua merupakan lagu terpanjang dalam album ini. Iwan Fals mengangkat kembali permasalahan kota Jakarta, yang dulu pernah dilakukannya dalam album Sugali (1984) lewat lagunya Berkacalah Jakarta. Untuk musiknya, sangat kental suasana progresif. Perkawinan musik progresif (ala Iwan Fals) dengan lirik-lirik genit yang kuat menjadikan lagu ini menarik untuk disimak.

Lagu Tiga diawali dengan gebukan perkusi, betotan bass, dan suara latar yang dihasilkan oleh keyboard. Lagu Empat diwarnai oleh perkusi dan suara koor yang semakin memperkuat suasana yang indah. Lagu ini bercerita tentang pemilu. Kemudian Lagu Lima adalah lagu favorit saya. Lagu ini menurut saya adalah lagu tergelap dalam album ini. Menggunakan anjing hitam sebagai metafor untuk menjelaskan keadaan manusia pada saat itu. Ketika mendengarkan lagu ini, saya seperti diteror. Ada suara koor yang menyanyikan lagu seperti membacakan mantra-mantra. Kemudian Lagu Enam mengangkat sebuah tema bergesernya nilai sebuah mainan, dari alat untuk menunjang kebahagiaan anak kecil menjadi sesuatu yang bergengsi dan menunjukan kelas sosial. Dikemas dengan perkusi dan raungan gitar listrik yang semakin memperkuat suasana.

Kemudian Lagu Hijau adalah lagu pamungkas yang sangat unik. Ada irama rebana untuk mengajak kita menari gambus. Lalu colongan lead gitar dan sesekali raungan gitar listrik semakin membuat kita lepas untuk menari dan menari. Tema yang diangkat adalah tentang global warming.

Secara keseluruhan, album ini menawarkan warna progresif yang pekat. Ada suasana etnik juga didalamnya. Dan yang paling saya suka adalah Iwan Fals masih sering berteriak-teriak dalam album ini, tak seperti album-album pasca Suara Hati (2002) yang sudah sangat jarang dia berteriak.

Go Do

Go Do

Pertama kali mendengar lagu pertama dari album ini, Go Do, saya seperti merasa berada pada suasana kartun. Album ini adalah debut sang vokalis Sigur Ros dalam kariernya sebagai musisi solo. Jonsi Birgisson mencoba bereksperimen dengan musik pop, akustik, orkestra, elektro, dan sentuhan melankolis ala Sigur Ros. Namun, untuk kalian yang tergila-gila dengan kepekatan suara guik-guik pada lagu-lagu Sigur Ros, semacam dalam album Von, Nyi Batteri, Aegtis Byurjun, dan album-album sebelum Takk, jangan harap akan menemukannya dalam album solo ini.

Hampir semua lagu yang ada didalam album Go Do ini dibalut dengan suasana orkestra yang megah. Go Do dan Animal Arithmetic adalah dua lagu pembuka yang membuat kita bersemangat dengan gedak-geduk drum yang membuat kita mengangguk-angguk. Dua lagu tersebut kayaknya sama aja kayak lagu-lagu yang ada di album Sigur Ros yang terakhir yakni bla bla bla Spilum Endalaust. Saya sangat suka lagu keempat yang berjudul Boy Lilikoi, lagu tersebut seolah mampu menyihir saya untuk memutarnya berulang-ulang. Lagu ini lebih rame dan lebih ‘cerah’ ketimbang Go Do, pokoknya hepi kalok dengar lagu itu. Kemudian yang menjadi catatan saya adalah lagu kelima, yaitu Sinking Friendship. Ada suasana yang sama ketika saya mendengarkan lagu dari Album Leaf yang Over The Pond, mungkin suasana itu terbawa oleh intro dari lagu Sinking Friendship yakni efek suara vokal yang cemeng bersahutan. Namun Sinking Friendship lebih rame. Lagu-lagu lain yang terdapat dalam album ini misalnya Tornado, Around Us, Grow Till Tall, Hengilas, dan Kolnidur juga tak kalah menarik untuk disimak.

Secara keseluruhan, ada sembilan lagu yang dikemas dalam album solo ini. Ceritanya, Jonsi menggandeng Nico Muhly seorang komposer yang juga pernah berkolaborasi dengan Bjork dan Grizzly Bear, untuk menangani konsep album ini.

Summer Make Good dan Parades

percaya nggak, kalo kita kelewat gelisah dan larut dalam kegalauan hidup, rupanya hidup akan menjadi semakin ceria dan bahagia. benarkah ? nggak tau juga sih, tapi coba dengerin deh, Mum sama Efterklang, dua band yang mungkin berbeda genre. nggak tau juga sih genre apa, mungkin lebih kayak bjork atau bisa juga digolongkan dalam shoegaze tapi versi etnik.

apabila kita mencermati kegelisahan dalam warna musik mereka –Mum dan Efterklang– ada sebuah perbedaan yang sangat mencolok, yakni dalam hal penggarapannya. Mum menawarkan sebuah kegelisahan murni yang berteriak-teriak, semacam ingin keluar dari dalam diri kita, lalu mengajak kita berdansa dengan kegelisahan itu sendiri. ditambah lagi dengan suntikan karakter vokal “palsu” yang semakin membawa kita pada kegelisahan yang ditawarkan oleh Mum lewat musik yang mereka bawa.

lain lagi dengan Efterklang. band eksperimental asal Denmark ini menawarkan sebuah musik yang lebih terang, ketimbang Mum. menggunakan konsep orkestra pada hampir semua lagunya, Efterklang semacam ingin meleburkan dua hal yang kontradiksi, yakni kemeriahan yang sebenarnya adalah selaras dengan kegelisahan yang muncul. ketika Mum menggambarkan kemeriahan adalah hasil akhir dari kegelisahan, Efterklang justru menggambarkan kegelisahan dan kemeriahan itu adalah satu hal yang melekat erat, tidak ada batas diantara keduanya.

mum

coba deh, putar lagunya Mum yang The Ghost You Draw On My Back. abis itu langsung geber lagunya Efterklang yang judulnya Cutting Ice To Snow. kedua lagu tersebut, kalo dihayati hampir mirip, dan tentunya menawarkan kegelisahan buat yang ndengerin. minimal kita gelisah, lagu macam apa sih ini : ) tapi, dari segi komposisi, Mum jelas lebih gelap, dikuatkan dengan karakter vokalnya. ditambah lagi, kemampuan band-band asal Islandia untuk membuat lagu-lagu gelap semacam ini tidak diragukan lagi (sigur ros, bjork) sedangkan Efterklang, terkesan lebih ceria dalam menggarap lagu ini, yang sebenarnya output yang sampai pada perasaan pendengarnya adalah kegelisahan.

efterklang

Efterklang, pada album Parades, hampir semua lagu yang ada begitu meriah. Polygyene, Mirador, Him Poe Poe, Horseback Tenors, Mimeo, Frida Found A Friend, Maison de Reflexion, Blowing Lungs Like Bubble, Caravan, Illuminant, dan terakhir Cutting Ice To Snow, secara gamblang dibalut suasana pawai. sedangkan Mum lewat albumnya yang diberi tema Summer Make Good, justru kebalikannnya. Hu Hviss, Weeping Rock, Nightly Cares, We Have A Map Of The Piano, The Ghost You Drawn On My Back, Stir, Sing Me Out The Window, The Island Of Children’s Children, Away, Oh How The Boat Drifts, Small Death Are The Saddest, Will The Summer Make Good, dan Abandoned Ship Bells, secara umum hampir sama, sampai-sampai mungkin kita tidak sadar bahwa lagu tersebut sudah berganti ke lagu berikutnya. mungkin karena semua lagu dalam album ini sangat “sepi”.

kesimpulannya, dua band diatas memiliki karakter yang sangat kuat. sehingga ketika kita mendengarkan lagu-lagu mereka, kita tidak hanya mendengar, terhibur, dan kemudian berlalu begitu saja. namun, ada sebuah pertanyaan yang mampu membuat kita berpikir, membuat kita terhenyak, dan menohok tenggorokan kita yang memaksa kita untuk terdiam menghayati hidup yang sangat asshole ini. meskipun hanya lewat media musik.

hip hip horray !